Indonesia hasilkan banyak sampah makanan, Waket MPR RI menginginkan langkah penanganan


Lestari Moerdijat, Wakil Ketua MPR RI, mendorong kolaborasi antar pemangku kebijakan untuk mengatasi produksi sampah makanan di Indonesia. Tujuannya adalah mengurangi produksi sampah makanan yang tinggi. Dia menyampaikan hal ini dalam acara diskusi daring yang berjudul 'Tata Kelola Sampah Makanan Indonesia' yang diadakan oleh Forum Diskusi Denpasar hari ini.

Lestari menyatakan bahwa saat ini terjadi paradoks terkait pangan di Indonesia. Di satu sisi, upaya sedang dilakukan untuk menjamin ketahanan pangan menghadapi kemarau panjang, namun di sisi lain, Indonesia menjadi salah satu negara produsen sampah makanan terbesar di dunia. Pada bulan Mei 2023, Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara dengan produksi sampah makanan terbanyak setelah Arab Saudi dan Amerika Serikat.
Indonesia hasilkan banyak sampah makanan, Waket MPR RI menginginkan langkah penanganan

Meskipun setiap periode krisis, bahkan setiap tahun, langkah antisipasi dilakukan untuk memastikan ketersediaan pangan, namun ironisnya Indonesia belum memiliki kebijakan yang memadai untuk mengurangi produksi sampah makanan.

Berdasarkan kajian dari Bappenas dan beberapa lembaga lainnya, Indonesia membuang sampah makanan sekitar 23-48 juta ton per tahun dalam periode 2000-2019 atau setara dengan 115-184 kilogram per kapita per tahun. Untuk itu, Lestari berharap tata kelola pangan, terutama pengelolaan komoditas lokal, menjadi perhatian bersama dan terus ditingkatkan efektivitasnya guna menekan produksi sampah makanan nasional sebanyak mungkin.

Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa sampah makanan menumpuk karena bahan makanan mentah yang belum diolah kemudian dibuang ketika proses pemilahan.

Sementara itu, Nyoto Suwignyo, Deputi II Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi dari Badan Pangan Nasional, menyatakan bahwa mereka telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah food loss dan food waste. Food loss biasanya terjadi pada fase produksi, pascapanen, atau penyimpanan, sedangkan food waste biasanya terjadi pada fase distribusi, pemasaran, dan konsumsi pangan.

Tren food loss di Indonesia telah menurun dari 61% pada tahun 2000 menjadi 45% pada tahun 2019, namun tren food waste meningkat dari 39% pada tahun 2000 menjadi 55% pada tahun 2019. Nyoto menekankan bahwa food waste memerlukan perhatian khusus dalam Gerakan Selamatkan Pangan, dan pangan berlebih bisa dimanfaatkan dengan cara didonasikan, digunakan sebagai pakan hewan, atau diolah menjadi kompos sebelum dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.

Vinda Damayanti, Direktur PSLB3 KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), fokus pada sampah yang dihasilkan dari konsumsi pangan. Pada tahun 2022, Indonesia menghasilkan 69,2 juta ton sampah, di mana 41,27% merupakan sampah pangan, dan sebanyak 38,28% dari rumah tangga. Target pengurangan sampah pada tahun 2025 ditetapkan sebesar 30%, namun hingga 2022, baru mencapai 14%.

Untuk mengurangi sampah pangan, pemanfaatan sampah bisa dilakukan melalui komposting, pembuatan eco enzyme, dan biogas dalam proses pengurangan sampah pangan. Diskusi juga dihadiri oleh Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI, Muchtar Luthfi A. Mutty, Deputi II Bidang Kerawanan Pangan Dan Gizi dari Badan Pangan Nasional Nyoto Suwignyo, Direktur PSLB3 KLHK Vinda Damayanti, dan Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa.

No comments:

Post a Comment