Lalu ada proses administratif dan pengujian di kemenhub, melalui balai pengujian jalan dan kendaraan. Lalu akan keluar SUT (untuk setiap tipe kendaraan) dan SRUT (untuk setiap kendaraan)
Setelah memiliki SUT dan SRUT harus dilaporkan ke Kemendagri untuk dicantumkan dalam daftar NJKB (nilai jual kendaraan bermotor) yang akan dipakai menjadi dasar pengenaan pajak di masing2 daerah.
SUT dan SRUT itu juga harus dibawa ke DIRLANTAS Polri dan ke DITLANTAS Polda masing2 provinsi.
Setelah semua proses dilalui maka barulah sebuah kendaraan bermotor bisa mendapatkan STNK dan BPKB. Semua itu adalah proses yg harus dipenuhi oleh pabrik/produsen/APM.
Karena proses yg panjang (dan kadang banyak biaya) itu maka beberapa produsen yang malas mengurus kelengkapan surat kendaraan.
Jadi untuk mendapatkan STNK dan BPKB bukan hanya masalah membawa faktur pembelian ke samsat yg sesuai domisili. Faktur menjadi tidak ada artinya jika produsen/pabrik belum menjalankan proses legalitas kendaraan hasil produksinya.
Entah dengan sengaja atau karena tidak tahu, sering sales mengatakan bahwa motor listrik tidak perlu dilengkapi dgn surat. Lebih parah lagi, ada sales tidak bisa membedakan antara sepeda listrik dan motor listrik.
Perlu dicatat juga bahwa perbedaan utama sepeda listrik dan motor listrik adalah pada kecepatan. Sepeda listrik (bebas surat) dibatasi hanya max 25km/jam. Sementara jika bisa lebih cepat dr 25km/jam akan dimasukkan dalam kategori motor listrik sehingga wajib dilengkapi dgn surat tanda kendaraan bermotor jika mau dipergunakan di jalan raya/umum.
Semua peraturannya jelas tertulis pada:
- PP no. 55 tahun 2012
- Permenhub no. 44 tahun 2020
- Permenhub no. 45 tahun 2020
Silahkan googling dan donlot...
Marilah kita sebagai konsumen harus cerdas memilih kendaraan yang sesuai dgn kebutuhan. Apakah membutuhkan kendaraan dgn surat karena selalu dipakai melintasi jalan raya? Atau tidak perlu bersurat karena selalu berada di jalan perumahan/desa?
No comments:
Post a Comment